8 Puisi Tema "Perjuangan Tanah Air" Yang Menginspirasi


     Indonesia merupakan tanah bangsa kita, tanah yang kita tempati dengan beribu cerita di dalamnya. Tempa kita mengukir cerita. Untuk menggambarkan rasa kasih sayang kita terhadap bangsa, berikut beberapa puisi mengenai tanah air.


1. Aku - Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu-sedan itu
Aku ini binatang jalan
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi


2. Diponegoro - Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri

Menyediakan api.

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai.

Maju.

Serbu.

Serang.

terjang


3. Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini - Taufik Ismail

Tidak ada pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Karena berhenti atau mundur

Berarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kita

Dalam pengabdian tanpa harga

Akan maukah kita duduk satu meja

Dengan para pembunuh tahun yang lalu

Dalam setiap kalimat yang berakhiran

“Duli Tuanku?”


Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan

Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh

Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara

Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama

Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka

Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan

Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus.


4. Hari Kemerdekaan - Sapardi Djoko Damono

Akhirnya tak terlawan olehku

tumpah di mataku, dimata sahabat-sahabatku

ke hati kita semua

bendera-bendera dan bendera-bendera

bendera kebangsaanku

aku menyerah kepada kebanggan lembut

tergenggam satu hal dan kukenal

tanah dimana ku berpijak berderak

awan bertebaran saling memburu

angin meniupkan kehangatan bertanah air

semat getir yang menikam berkali

makin samar

mencapai puncak ke pecahnya bunga api

pecahnya kehidupan kegirangan

menjelang subuh aku sendiri

jauh dari tumpahan keriangan di lembah

memandangi tepian laut

tetapi aku menggenggam yang lebih berharga

dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku

makin bercahaya makin bercahaya

dan fajar mulai kemerahan


5. Jakarta 17 Agustus Dini Hari - Sitor Situmorang

Sederhana dan murni

Impian remaja

Hikmah kehidupan

berNusa

berBangsa

berBahasa

Kewajaran napas

dan degub jantung

Keserasian beralam

dan bertujuan

Lama didambakan

menjadi kenyataan

wajar, bebas

seperti embun

seperti sinar matahari

menerangi bumi

di hari pagi

Kemanusiaan

Indonesia Merdeka

17 Agustus 1945


6. Museum Perjuangan - Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya

berdiri kukuh menjaga senapan tua

peluru menggeletak di atas meja

menanti putusan pengunjungnya

Aku tahu sudah, di dalamnya

tersimpan darah dan air mata kekasih

Aku tahu sudah, di bawahnya

terkubur kenangan dan impian

Aku tahu sudah, suatu kali

ibu-ibu direnggut cintanya

dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya

senapan akan kembali berbunyi

meneriakkan semboyan

Merdeka atau Mati

 

Ingatlah, sesudah sebuah perang

selalu pertempuran yang baru

melawan dirimu.


7. Atas Kemerdekaan - Sapardi Djoko Damono

kita berkata: jadilah

dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut

di atasnya: langit dan badai tak henti-henti

di tepinya cakrawala

 

terjerat juga akhirnya

kita, kemudian adalah sibuk

mengusut rahasia angka-angka

sebelum Hari yang ketujuh tiba

 

sebelum kita ciptakan pula Firdaus

dari segenap mimpi kita


8. Gerilya - W.S. Rendra

Tubuh biru

tatapan mata biru

lelaki berguling di jalan

 

Angin tergantung

terkecap pahitnya tembakau

bendungan keluh dan bencana

 

Tubuh biru

tatapan mata biru

lelaki berguling dijalan


Dengan tujuh lubang pelor

diketuk gerbang langit

dan menyala mentari muda

melepas kesumatnya

 

Gadis berjalan di subuh merah

dengan sayur-mayur di punggung

melihatnya pertama

 

Ia beri jeritan manis

dan duka daun wortel

 

Tubuh biru

tatapan mata biru

lelaki berguling dijalan

 

Orang-orang kampung mengenalnya

anak janda berambut ombak

ditimba air bergantang-gantang

disiram atas tubuhnya

 

Tubuh biru

tatapan mata biru

lelaki berguling dijalan

 

Lewat gardu Belanda dengan berani

berlindung warna malam

sendiri masuk kota

ingin ikut ngubur ibunya

Komentar

Postingan Populer