10 Contoh Puisi Tema "Ibu" Karya Sastrawan Indonesia
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai
Ibu.....
Pernah aku merajuk
Katanya aku manja
Pernah aku melawan
Katanya aku degil
Pernah aku menangis
Katanya aku lemah
Ibu.....
Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
Dan Bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun.....
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu....
Ibu....
Aku sayang padamu.....Tuhanku....Aku bermohon padaMu
Sejahterakanlah dia
Selamanya.....
2. Jendela - Joko Pinurbo
bersama anaknya yang sedang beranjak dewasa.
Mereka ayun-ayunkan kaki, berbincang, bernyanyi
dan setiap mereka ayunkan kaki
tubuh kenangan serasa bergoyang ke kanan dan kiri.
Mereka memandang takjub ke seberang,
melihat bulan menggelinding di gigir tebing,
meluncur ke jeram sungai yang dalam, byuuurrr....
Sesaat mereka membisu.
Gigil malam mencengkeram bahu.
"Rasanya pernah kudengar suara byuuurrr
dalam tidurmu yang pasrah, Bu."
"Pasti hatimulah yang tercebur ke jeram hatiku,"
timpal si ibu sembari memungut sehelai angin
yang terselip di leher baju.
Di rumah itu mereka tinggal berdua.
Bertiga dengan waktu. Berempat dengan buku.
Berlima dengan televisi. Bersendiri dengan puisi.
"Suatu hari aku dan Ibu pasti tak bisa bersama."
"Tapi kita tak akan pernah berpisah, bukan?
Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma."
Selepas tengah malam mereka pulang ke ranjang
dan membiarkan jendela tetap terbuka.
Siapa tahu bulan akan melompat ke dalam,
menerangi tidur mereka yang bersahaja
seperti doa yang tak banyak meminta.
Tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
Gunung yang menjaga mimpiku siang dan malam
Mata air yang tak berhenti mengalir membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga di telapak kakimu
(Tuhan, aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amanat-Mu
menyampaikan kasih sayang-Mu
Maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi kekasih-kekasih-Mu
Amin)
Pemberi harapan di dalam penderitaan, dan pemberi kekuatan di dalam kelemahan
Dialah sumber cinta, belas kasihan, simpati dan pengampunan
Manusia yang kehilangan ibunya berarti kehilangan jiwa sejati yang memberi berkat
dan menjaganya tanpa henti
Segala sesuatu di alam ini melukiskan tentang susuk Ibu
Matahari ada lah ibu dari planet bumi yang memberikan makanannya dengan
pancaran panasnya
Matahari tak pernah meninggalkan alam semesta pada malam hari sampai matahari
meminta bumi untuk tidur sejenak di dalam nyanyian lautan dan siulan burung-
burung dan anak-anak sungai
Dan bumi adalah ibu dari pepohonan dan bunga-bungan menjadi ibu yang baik
bagi buah-buahan dan biji-bijian
Ibu sebagai pembentuk dasar dari seluruh kewujudan dan adalah roh kekal, penuh
dengan keindahan dan cinta
Ia adalah perempuan yang menjadi korban mimpi-mimpi ayahku
Ayah sudah meninggal,
ia dikuburkan di sebuah makam tua di kampung itu juga,
beberapa langkah saja dari rumah kami.
Dulu Ibu sering pergi sendirian ke makam,
menyapu sampah, dan kadang-kadang, menebarkan beberapa kuntum bunga.
"Ayahmu bukan pemimpi," katanya yakin meskipun tidak berapi-api,
"ia tahu benar apa yang terjadi."
Kini di makam itu sudah berdiri sebuah sekolah,
Ayah digusur ke sebuah makam agak jauh di sebelah utara kota.
Kalau aku kebetulan pulang, Ibu suka mengingatkanku untuk menengok makam ayah, mengirim doa
Ibu sudah tua, tentu lebih mudah mengirim doa dari rumah saja.
"Ayahmu dulu sangat sayang padamu, meskipun kau mungkin tak pernah mempercayai segala yang dikatakannya."
Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, sambil menengok ke luar jendela pesawat udara, sering kubayangkan Ibu berada di antara mega-mega.
dan tidak mondar-mandir dari dapur ke tempat tidur,
memberi makan dan menyusui anak-anaknya.
"Sungguh, dulu ayahmu sangat sayang padamu," kata Ibu selalu,
"meskipun sering dikatakannya bahwa ia tak pernah bisa memahami igauan-igauanmu."
Mengenangkan ibu adalah mengenangkan buah-buahan.
Istri adalah makanan utama.
Pacar adalah lauk-pauk.
Dan Ibu adalah pelengkap sempurna
kenduri besar kehidupan.
Wajahnya adalah langit senja kala.
Keagungan hari yang telah merampungkan tugasnya.
Suaranya menjadi gema dari bisikan hati nuraniku.
Mengingat ibu, aku melihat janji baik kehidupan.
Mendengar suara ibu, aku percaya akan kebaikan manusia.
Melihat foto ibu, aku mewarisi naluri kejadian alam semesta.
Berbicara dengan kamu, saudara-saudaraku,
aku pun ingat kamu juga punya ibu.
Aku jabat tanganmu,
aku peluk kamu di dalam persahabatan.
Kita tidak ingin saling menyakitkan hati,
agar kita tidak saling menghina ibu kita masing-masing
yang selalu, bagai bumi, air dan langit,
membela kita dengan kewajaran.
Maling juga punya ibu. Pembunuh punya ibu.
Demikian pula koruptor, tiran, fasis,
wartawan amplop, anggota parlemen yang dibeli,
mereka pun punya ibu.
Macam manakah ibu mereka?
Apakah ibu mereka bukan merpati di langit jiwa?
Apakah ibu mereka bukan pintu kepada alam?
Apakah sang anak akan berkata kepada ibunya:
“Ibu aku telah menjadi antek modal asing;
yang memproduksi barang-barang yang tidak mengatasi kemelaratan rakyat,
lalu aku membeli gunung negara dengan harga murah,
sementara orang desa yang tanpa tanah jumlahnya melimpah.
Kini aku kaya.
Dan lalu, ibu, untukmu aku beli juga gunung
bakal kuburanmu nanti.”
Tidak. Ini bukan kalimat anak kepada ibunya.
Tetapi lalu bagaimana sang anak akan menerangkan kepada ibunya
tentang kedudukannya sebagai tiran, koruptor, hama hutan, dan tikus sawah?
Apakah sang tiran akan menyebut dirinya sebagai pemimpin revolusi?
Koruptor dan antek modal asing akan menamakan dirinya sebagai pahlawan pembangunan?
Dan hama hutan serta tikus sawah akan menganggap dirinya sebagai petani teladan?
Tetapi lalu bagaimana sinar pandang mata ibunya?
Mungkinkah seorang ibu akan berkata:
“Nak, jangan lupa bawa jaketmu.
Jagalah dadamu terhadap hawa malam.
Seorang wartawan memerlukan kekuatan badan.
O, ya, kalau nanti dapat amplop,
tolong belikan aku udang goreng.”
Ibu, kini aku makin mengerti nilaimu.
Kamu adalah tugu kehidupanku,
yang tidak dibikin-bikin dan hambar seperti Monas dan Taman Mini.
Kamu adalah Indonesia Raya.
Kamu adalah hujan yang dilihat di desa.
Kamu adalah hutan di sekitar telaga.
Kamu adalah teratai kedamaian samadhi.
Kamu adalah kidung rakyat jelata.
Kamu adalah kiblat nurani di dalam kelakuanku.
7. Alamat Ibu - Isbedy Stiawan ZS
jika aku jauh berjalan
dan lupa rumah ibu
maka selalu kuingat
pohon yang kau tanam
di depan rumah sebelah kanan
meski kumaklumi
tak setiap waktu
pohon itu berbunga
dan berbuah
aku akan menandainya
dengan mencecap rasa
atau berteduh di bawahnya
menghitung daun yang gugur
mengingat uzur
matahari selepas zuhur
jika kau laut
aku sudah seberangi
dalamnya, dan meliwati
pulaupulau-benuabenua
meski aku maklum
tak setiap waktu
aku bisa lelap
dalam ombakmu
dan berlayar...
aku akan menerimanya
seperti kurindu cintamu
yang merekatkan layar
ke lambung perahu ini
bagiku menitipkan usia
di telapak kakimu
muara surga
jika aku jauh berjalan
lupa pulang ke hatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua
tetaplah senyummu melambai
sebagai mercusuar
bagi para pelayar
maka aku tak pernah tersasar
karena sejauh anak pergi
dan lalai jalan pulang
kau akan mengingatkan
perantau agar kembali
demikian ibu
selalu mencahayakan
alamat.
8. Ibuku Dehulu - Amir Hamzah
Ibuku dehulu marah padaku
diam ia tiada berkata
akupun lalu merajuk pilu
tiada peduli apa terjadi
matanya terus mengawas daku
walaupun bibirnya tiada bergerak
mukanya masam menahan sedan
hatinya pedih kerana lakuku
Terus aku berkesal hati
menurutkan setan, mengkacau-balau
jurang celaka terpandang di muka
kusongsong juga - biar cedera
Bangkit ibu dipegangnya aku
dirangkumnya segera dikecupnya serta dahiku berapi pancaran neraka
sejuk sentosa turun ke kalbu
Demikian engkau;
ibu, bapa, kekasih pula
berpadu satu dalam dirimu
mengawas daku dalam dunia.
9. Kelambu dan Lampu Setir - Anjani Kanastren
Komentar
Posting Komentar